A.
SEJARAH RESIMEN MAHASISWA INDONESIA
Sejarah panjang
MENWA dimulai tahun 1942 (pada zaman pendudukan Jepang). Cikal bakalnya bernama
GAKUKOTAI, yang bersama-sama PETA, SEINENDAN, FUJINKAI dan HIZBULLAH memulai
titik balik sejarah bangsa Indonesia untuk lepas dari penjajah. Pada masa
perang kemerdekaan (1945-1952) bernama Tentara Pelajar (TP). Pada tahun 1959
diadakan Wajib Latih (semacam wajib militer di Amerika Serikat) yang khusus
diadakan untuk mahasiswa. Wajib Latih ini dibubarkan pada tahun 1960. Dan pada
tahun 1963 atas inisiatif mahasiswa dan persetujuan pemerintah (diatur oleh
Wanpahankam No. M/A/20/1963) waktu itu dibentuklah salah satu wadah yang
dinamakan Resimen Mahasiswa (MENWA) hingga saat ini. Ditinjau dari waktu
lahirnya dari tahun 1963 sampai sekarang berarti MENWA telah berusia 44 tahun.
Kehidupan MENWA
selama 44 tahun ini dipenuhi dengan berbagai macam gejolak dan perubahan. Tahun
1965, MENWA sendiri berani mengambil resiko bermain konflik di kampus dengan
berafiliasi pada basis-basis mahasiswa (baik intern maupun ekstern kampus)
menghancurkan basis-basis PKI yang beraliansi dengan kelompok-kelompoknya di
kampus. Masa inilah yang menjadi titik awal konflik berkepanjangan MENWA dengan
berbagai pihak dalam beberapa tempat hingga saat ini.
Perubahan-perubahan
yang dilakukan oleh Menwa sebagai bagian dari reposisi, reorganisasi, dan
refungsi organisasi MENWA terus dilakukan sebagai bagian dari reaktualisasi
untuk memenuhi dan menyikapi fenomena bangsa dan negara ini, apalagi sekarang
dengan berkembangnya tuntutan demokratisasi dan civil society. Perubahan
konstitusi / AD-ART MENWA (yang diatur dalam SKB 3 menteri) dimulai dari tahun
1978 dan terakhir sekarang tahun 2000.
Dalam UU RI No.
21 Th. 1982 tentang ketentuan pokok Hankamneg, MENWA dimasukkan dalam kategori
Rakyat Terlatih yang dalam pasal 10 point a dinyatakan sebagai kekuatan dasar
dari sistem Hankamneg di negeri ini. MENWA sendiri bukanlah suatu organisasi
yang ‘langka’ sebab di negara-negara lain pun ada atau sejenis. Di Amerika Serikat
disebut dengan ROTC (Reserve Officer Training Corps), di Bangladesh
diistilahkan BNCC (Bangladesh National Cader Corps), di Malaysia dikenal dengan
nama PALEPAS (Pasukan Latih Pegawai Perwira Simpanan). Pada tahun 1995 MENWA
sudah melakukan refungsiliasi dan rekonsiliasi dengan mengembangkan 2 misi, yaitu
MISI HANKAMNEG
Menghasilkan Cadangan TNI, yaitu:
(a) Korps Pendidikan Perwira Cadangan; (b)
Kekuatan Cadangan Nasional.
Sejarah
Tanggal 13 Juni - 14 September 1959 diadakan wajib
latih bagi para mahasiswa di Jawa Barat. Mahasiswa
yang memperoleh latihan ini siap mempertahankan home-front dan bila perlu ikut
memanggul senjata ke medan laga.
Mahasiswa-mahasiswa walawa (WAJIB LATIH) dididik di Kodam VI/ Siliwangi dan para
walawa diberi hak mengenakan lambang Siliwangi.
Pada tanggal 19
Desember 1961 di Yogyakarta,
Komando Pimpinan Besar Revolusi Presiden RI Bung Karno mencetuskan Trikora. Seluruh
rakyat menyambut komando ini dengan gegap gempita dengan semangat revolusi
untuk merebut Irian Barat; termasuk juga
mahasiswanya.
Isi Trikora:
1.
Pantjangkan Sangsaka Merah Putih di Irian Barat
2.
Gagalkan Negara Boneka Papua
3.
Adakan Mobilisasi Umum
Sejak Trikora
bergema maka kewaspadaan nasional makin diperkuat, makin memuncak sehingga
timbul rencana pendidikan perwira cadangan di Perguruan Tinggi.
Berdasarkan dua
surat keputusan Pangdam VI Siliwangi, maka oleh pihak Universitas pada 20 Januari 1962 dibentuk suatu
badan koordinasi yang diberi nama Badan Persiapan Pembentukan Resimen Serba
Guna Mahasiswa Dam VI Siliwangi (disingkat BPP) Resimen Mahasiswa DAM VI/
Siliwangi, beranggotakan :
1.
Prof. drg. R. G. Surya Sumantri ( Rektor Unpad)
selaku Koordinator
2.
Dr. Isrin Nurdin (Pembantu Rektor ITB) selaku
Wakil Koordinator I
3.
Drs. Kusdarminto (PR Unpar) selaku wakil
Koordinator II
4.
Major. Moch. Sunarman dari PUS PSYAD pada waktu
itu selaku sekretaris.
Pada Februari 1962 diadakan
Refreshing Course selama sepuluh minggu di Resimen Induk Infantri dan
dilanjutkan dengan latihan selama 14 hari yang dikenal dengan sebutan Latihan
Pasopati. Pada 20 Mei 1962 anggota Resimen Mahasiswa Angkatan 1959 dilantik oleh
Pangdam VI/SLW menjadi bagian organik dari Kodam VI/SLW.
Dalam rencana
kerja empat tahunnya tercantumlah pembentukan kader inti dan ini sudah
terlaksana sejak permulaan semester 2 tahun ajaran 1962-1963. termasuk
pembentukan kader inti putri. Mahasiswa/i Jabar (Bandung khususnya) mengikuti
Latihan di Bihbul, tempat penggodokan prajurit-prajurit TNI. (Sekarang Secaba
Dam III/ Slw, Bihbul). Satuan-satuan inti dari Yon mahasiswa dari beberapa
universitas dan akademi dikirim ke tempat ini di bawah asuhan pelatih-pelatih
dari RINSIL. 12 Juni 1964 keluarlah Surat Keputusan Menteri Koordinator
Komponen Pertahanan dan Keamanan DR. A.H. Nasution Jenderal TNI yang
mengesahkan Duaja Resimen Mahawarman. Penyerahan Duaja dilakukan oleh Menko
sendiri. Garuda Mahawarman
resmi berdiri berdampingan dengan Harimau Siliwangi.
LATAR
BELAKANG I (MOTIVASI PERAN SERTA PEMUDA & MAHASISWA DALAM BELA NEGARA).
A. Motivasi
Historis
1. Masa Perjuangan Pergerakan Nasional (Bodi
Oetomo 20 Mei 1908) dan Sumpah Pemudah 28 Oktober 1928).
2. Masa Pendudukan Jepang (Barisan GAKUKOTAI -
Pasukan Pelajar Mahasiswa Bentukan Jepang dan Ikrar Pemuda Menteng Jakarta 3
Juni 1945).
3. Masa Kemerdekaan (TRIP, TP, TGP, MOBPEL, CM,
BKR Pelajar dan TKR Pelajar).
B. Motivasi
Sifat dan Watak Kepribadian Bangsa Indonesia
1.
Konstitusi dan Tata Kehidupan dalam bernegara
dan Bermasyarakat
2.
Kegotongroyongan yang Berazaskan Kekeluargaan.
C. Motivasi
Sosiologis
1.
Kemerdekaan dan Lingkungan sebagai Makluk.
2.
Kemerdekaan dan Kepentingan Kedaulatan Negara.
D. Motivasi Tuntutan Perkembangan Teknologi
Modern (Perang bersifat total semesta)
E. Motivasi Yuridis
1.
UUD 1945 Pasal 30.
2.
TAP MPR RI (1973, 1978, 1983 dan 1988).
3.
UU Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan
Negara, yang diganti dengan UU Nomor 20 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok
Pertahanan Keamanan Negara.
4.
UU Nomor 1 Tahun 1988 tentang Perubahan UU
Nomor 20 Tahun 1982.
5.
UU Nomor 74 Tahun 1957 tentang Keadaan Bahaya.
6.
UU Nomor 75 Tahun 1957 tentang Veteran Pejuang.
7.
UU Nomor 14 Tahun 1962 tentang Penerapan PERPU
Nomor 1 Tahun 1962 tentang Mobilisasi Umum.
8.
PP Nomor 51 Tahun 1963 tentang Cadangan
Nasional.
9.
Keppres Nomor 55 Tahun 1972 tentang Penyempurnaan
Organisasi Hansip Wankamra.
LATAR
BELAKANG II (KETERLIBATAN PELAJAR & MAHASISWA DALAM SEJARAH PERJUANGAN NASIONAL).
A.
Masa Perjuangan Pergerakan Nasional.
Sejarah
perjuangan pergerakan nasional dimulai sebagai babakan baru dengan lahirnya
gerakan “BOEDI OETOMO” pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa STOVIA
Jakarta. BOEDI OETOMO merupakan wadah pergerakan kebangsaan yang kemudian
menentukan perjuangan nasional selanjutnya. Dengan lahirnya gerakan ini, maka
terdapat cara dan kesadaran baru dalam kerangka perjuangan bangsa menghadapi
kolonial Belanda dengan membentuk organisasi berwawasan nasional. Organisasi
ini merupakan salah satu upaya nyata untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan
dan selanjutnya terbentuklah berbagai organisasi perjuangan yang lain, seperti
Syarikat Dagang Islam, Indische Partij dan lain sebagainya.
Mahasiswa
Indonesia di negeri Belanda pada tahun 1908 mendirikan Indische Verenigde (VI)
yang berubah menjadi Perkoempoelan Indonesia (PI), kemudian pada tahun 1922
berubah lagi menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI). Sejak itu hingga tahun 1924
PI tegas menuntut kemerdekaan Indonesia, hingga pada dekade ini, para pemuda
mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri telah membuka lembaran baru
bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan Indonesia melalui forum luar
negeri.
Perhimpoenan
Indonesia (PI-1922), Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI-1926) dan
Pemoeda Indonesia (1927) merupakan organisasi pemuda dan mahasiswa yang
memiliki andil besar dalam merintis dan menyelenggarakan Kongres Pemoeda
Indonesia tahun 1928, kemudian tercetuslah “Soempah Pemoeda”. Dengan demikian,
semangat persatuan dan kesatuan semakin kuat menjadi tekad bagi setiap pemuda
Indonesia dalam mencapai cita-cita Indonesia merdeka.
B.
Masa Pendudukan Jepang.
Tekanan
pemerintah Jepang mengakibatkan aktifitas pemuda dan mahasiswa menjadi
terbatas, bahkan menjadikan mereka berjuang di bawah tanah. Sekalipun demikian
para pemuda mahasiswa mampu mengorganisir dirinya dengan mengadakan sidang
pertemuan pada tanggal 3 Juni 1945 di Jl. Menteng 31 Jakarta, dengan
menghasilkan keputusan bahwa pemuda mahasiswa bertekad dan berkeinginan kuat
untuk merdeka dengan kesanggupan dan kekuatan sendiri. Keputusan tersebut
kemudian dikenal dengan Ikrar Pemoeda 3 Joeni 1945.
Menjelang
Jepang terpuruk kalah tanpa syarat dalam Perang Dunia II, untuk memperkuat
posisinya di Indonesia, Jepang melatih rakyat dengan latihan kemiliteran. Tidak
ketinggalan pemuda, pelajar dan mahasiswa. Pasukan pelajar dan mahasiswa yang
dibentuk oleh Jepang disebut dengan “GAKUKOTAI”.
C.
Masa
Kemerdekaan.
Meskipun
kemerdekaan Indonesia telah diproklamirkan, keikutsertaan pemuda dan mahasiswa
terus berlanjut dengan perjalanan sejarah TNI. Tanggal 23 Agustus 1945, PPKI
membentuk BKR. Di lingkungan pemuda dan mahasiswa dibentuk BKR Pelajar. Setelah
mengikuti kebijakan Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, maka diubah menjadi TKR,
sedangkan di lingkungan pelajar dan mahasiswa diubah menjadi TKR Pelajar.
Pada tanggal 24
Januari 1946 TKR diubah lagi menjadi TRI. Untuk mengikuti kebijakan Pemerintah
ini, pada kesekian kalinya, laskar dan barisan pemuda pelajar dan mahasiswa
mengubah namanya. Nama-nama tersebut menjadi bermacam-macam antara lain: TRIP,
TP, TGP, MOBPEL dan CM.
Pada tanggal 3
Juni 1946, Presiden RI telah mengambil keputusan baru untuk mengubah TRI
menjadi TNI. Keputusan ini dimaksudkan agar dalam satu wilayah negara kesatuan,
yaitu tentara nasional hanya mengenal satu komandan. Dengan demikian maka
laskar dan barisan pejuang melebur menjadi satu dalam TNI. Sementara itu laskar
pelajar dan mahasiswa disatukan dalam wadah yang kemudian dikenal sebagai
“Brigade 17/TNI-Tentara Pelajar”. Peleburan badan-badan perjuangan di kalangan
pemuda pelajar dan mahasiswa ini merupakan manifestasi dari semangat nilai-nilai
persatuan dan kesatuan, kemerdekaan serta cinta tanah air, dalam kadarnya yang
lebih tinggi. Semangat berjuang, berkorban dan militansi untuk mencapai
cita-cita luhur dan tinggi, merupakan motivasi pemuda pelajar dan mahasiswa
yang tidak pernah padam hingga sekarang, yaitu dengan mengisi kemerdekaan
melalui pembangunan nasional.
D.
TERBENTUKNYA RESIMEN MAHASISWA INDONESIA
1)
Masa Penegakan Kedaulatan Republik Indonesia.
1.
Dengan diakuinya kedaulatan Negara Kesatuan RI
sebagai hasil keputusan Konferensi Meja Bundar 27 Desember 1949 di Den Haag,
maka perang kemerdekaan yang telah mengorbankan jiwa raga dan penderitaan
rakyat berakhir sudah. Karenanya Pemerintah memandang perlu agar para pemuda
pelajar dan mahasiswa yang telah ikut berjuang dalam perang kemerdekaan, dapat
menentukan masa depannya, yaitu perlu diberi kesempatan untuk melanjutkan tugas
pokoknya, “BELAJAR”. Sehingga pada tanggal 31 Januari 1952 Pemerintah
melikuidasi dan melakukan demobilisasi Brigade 17/TNI-Tentara Pelajar. Para
anggotanya diberi dua pilihan, terus mengabdi sebagai prajurit TNI atau
melanjutkan studi.
2.
Kondisi sosial ekonomi dan politik di dalam
negeri sebagai akibat dari pengerahan tenaga rakyat dalam perang kemerdekaan,
dianggap perlu diatur dan ditetapkan dengan Undang-Undang. Maka dikeluarkanlah
UU Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara. Pada dekade 1950-an, ternyata
perjalanan bangsa dan negara ini mengalami banyak ancaman, tantangan, hambatan
dan gangguan. Pemberontakan demi pemberontakan terjadi di tengah-tengah
perjuangan untuk membangun dirinya. Pemberontakan itu antara lain DI/TII,
pemberontakan Kartosuwiryo dan sebagainya. Pemberontakan meminta banyak korban
dan penderitaan rakyat banyak. Rakyat tidak bisa hidup dengan tenang, karena
situasi tidak aman dan penuh kecemasan.
3.
Memperhatikan kondisi semacam itu, satu tradisi
lahir kembali. Para mahasiswa terjun dalam perjuangan bersenjata untuk ikut
serta mempertahankan membela NKRI bersama-sama ABRI. Sebagai realisasi
pelaksanaan UU Nomor 29 Tahun 1954, diselenggarkan Wajib Latih di kalangan
mahasiswa dengan pilot project di Bandung pada tanggal 13 Juni 1959, yang
kemudian dikenal dengan WALA 59 (Wajib Latih tahun 1959). WALA 59 merupakan
batalyon inti mahasiswa yang merupakan cikal bakal Resimen Mahasiswa sekarang
ini. Kemudian disusul Batalyon 17 Mei di Kalimantan Selatan. Bermula dari
itulah, pada masa demokrasi terpimpin dengan politik konfrontasi dalam hubungan
luar negeri, telah menggugah semangat patriotisme dan kebangsaan mahasiswa
untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa sebagai sukarelawan. Penyelenggaraan
pendidikan dan latihan kemiliteran selanjutnya dilaksanakan untuk mempersiapkan
mahasiswa sebagai potensi pertahanan dan keamanan negara melalui RINWA (Resimen
Induk Mahasiswa), yang selanjutnya namanya berubah menjadi MENWA (Resimen
Mahasiswa).
2)
Masa Orde Lama.
Persiapan
perbetuan Irian Barat ditandai dengan upaya-upaya memperkuat kekuatan nasional.
Di lingkungan mahasiswa dikeluarkan Keputusan Menteri Keamanan Nasional Nomor :
MI/B/00307/61 tentang Latihan Kemiliteran di perguruan tinggi sebagai
"Pendahuluan Wajib Latih Mahasiswa". Dengan dicanangkanya operasi
pembebasan Irian Barat pada tanggal 19 Desember 1962, dikenal dengan TRIKORA,
maka untuk menindaklanjutinya, Menteri PTIP mengeluarkan Instruksi Nomor 1
Tahun 1962 tentang Pembentukan Korps Sukarelawan di lingkungan Perguruan
Tinggi. Berikutnya, kedua keputusan di atas disusul dengan Keputusan Bersama
Wampa Hankam dan Menteri PTIP Nomor: M/A/20/1963 tanggal 24 Januari 1963
tentang Pelaksanaan Wajib Latih dan Pembentukan Resimen Mahasiswa di lingkungan
Perguruan Tinggi. Pengembangannya dilakukan dalam satuan-satuan Resimen Induk
Mahasiswa (RINWA), yang diatur dalam Keputusan Bersama Wampa Hankam dan Menteri
PTIP Nomor: 14A/19-20-21/1963 tentang Resimen Induk Mahasiswa.
Tahun 1964
melalui Instruksi Menko Hankam/Kasab Nomor: AB/34046/1964 tanggal 21 April 1964
dilakukan pembentukan Menwa di tiap-tiap Kodam. Hal ini dipertegas dengan
Keputusan Bersama Menko Hankam/Kasab dan Menteri PTIP Nomor: M/A/165/65 dan
Nomor: 2/PTIP/65 tentang Organisasi dan Prosedur Mahasiswa, Menwa ikut serta
mendukung operasi Dwikora (Dwi Komando Rakyat) tanggal 14 Mei 1964. Sebagai
bukti keikutsertaan ini dapat diketahui bahwa hingga tanggal 20 Mei 1971,
sebanyak 802 (delapan ratus dua) orang anggota Menwa memperoleh anugerah “Satya
Lencana Penegak” dan beberapa memperoleh anugerah “Satya Lencana Dwikora”.
Dalam
perkembangan sejarah selanjutnya, dimana Menwa memiliki andil yang besar dalam
membantu menegakkan NKRI, maka PKI (Partai Komunis Indonesia) merasakan
ancaman, sehinggal pada tanggal 28 September 1965, ketua PKI D.N. Aidit
menuntut kepada Presiden Soekarno supaya Resimen Mahasiswa yang telah dibentuk
di seluruh Indonesia dibubarkan. Tetapi hal itu tidak berhasil.
3)
Masa Orde Baru
Persan Resimen
Mahasiswa terus berlanjut dalam bidang Pertahanan Keamanan Negara, sekalipun
tantangan juga semakin besar. Pada masa awal Order Baru, keterlibatan Menwa
cukup besar dalam penumpasan sisa-sisa G 30 S/PKI, dilanjutkan dengan menjadi
bagian dari Pasukan Kontingen Garuda ke Timur Tengah, Operasi teritorial di
Timor Timur dan sebagainya. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan dasar
kemiliteran untuk menciptakan kader dan generasi baru bagi Menwa juga terus
dilaksanakan.
Dilain pihak,
dilingkungan Perguruan Tinggi pada tahun 1968 dikeluarkan keputusan untuk wajib
latih bagi mahasiswa (WALAMA) dan wajib militer bagi mahasiswa (WAMIL)
berdasarkan Keputusan Menhakamn Nomor : Kep/B/32/1968 tanggal 14 Februari 1968
tentang pengesahan Naskah Rencana Realisasi Program Sistem Wajib Latihan dan
Wajib Militer bagi Mahasiswa. Dilanjutkan operasonalisasinya dengan keputusan
Bersama Dirjen Dikti dan Kas Kodik Walama Nomor 2 Tahun 1968 dan Nomor :
Kep/002/SKW-PW/68. Program ini kemudian diganti dengan Pendidikan Kewiraan dan
Pendidikan Perwira Cadangan (PACAD) pada tahun 1973 (Keputusan Bersama
Menhakam/Pangab dan Menteri P&K Nomor : Kep/21/B/1973 dan Nomor :
0228/U/1973 tanggal 31 Desember 1973. Program WALAWA ini diikuti oleh seluruh
mahasiswa dan berbeda dengan Menwa keberadaannya.
Program WALAWA
pada tahun 1974 dibubarkan. Dan pada tahun 1975 sejalan dengan perkembangan dan
kemajuan penyempurnaan organisasi Menwa terus diupayakan. Setelah dikeluarkan
Keputusan Bersama Menhankam/Pangab, Mendikbud dan Mendagri Nomor:
Kep/39/XI/1975, Nomor: 0246A/V/1975 dan Nomor: 247 Tahun 1975 tentang Pembinaan
Organisasi Resimen Mahasiswa dalam Mengikutsertakan Rakyat dalam Pembelaan
Negara, disebutkan bahwa Resimen Mahasiswa dibentuk menurut pembagian wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I sehingga berjumlah 27 Resimen Mahasiswa di Indonesia.
Sedangkan keanggotaan Menwa adalah mahasiswa yang telah lulus pendidikan Menwa
(latihan dasar kemiliteran) dan Alumni Walawa.
Sebagai
pelaksanaan ketentuan tersebut di atas, dikeluarkan Keputusan Bersama
Menhankam/Pangab, Mendikbud dan Mendagri Nomor: Kep/02/I/1978, Nomor:
05/S/U/1978 dan Nomor: 17A Tahun 1978 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan
Organisasi Menwa, hingga dilakukan lagi penyempurnaan peraturan pada tahun
1994.
Pada tanggal 28
Desember 1994 Organisasi Menwa mengalami penyempurnaan melalui Keputusan
Bersama Menhankam, Mendikbud dan Mendagri Nomor: Kep/11/XII/1994, Nomor:
0342/U/1994 dan Nomor: 149 Tahun 1994 tentang Pembinaan dan Penggunaan Resimen
Mahasiswa Dalam Bela Negara. Sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut dikeluarkan
serangkaian keputusan pada Direktur Jenderal terkait dari ketiga Departemen
Pembina, yang terdiri atas Keputusan Dirjen Persmanvet Dephankam RI Nomor:
Kep/03/III/1996 tanggal 14 Maret 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan
dan Latihan Resimen Mahasiswa, Nomor: Kep/04/III/1996 tanggal 14 Maret 1996
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pakaian Seragam, Tunggul dan Dhuaja Menwa dan
Pemakaiannya dan Nomor: Kep/05/III/1996 tanggal 14 Maret 1996 tentang Peraturan
Disiplin Resimen Mahasiswa. Serta Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud RI Nomor:
522/Dikti/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Satuan Resimen Mahasiswa
di Lingkungan Perguruan Tinggi.
4)
Masa Reformasi
Pada masa
reformasi yang salah satu agendanya adalah penghapusan Dwi Fungsi TNI, berimbas
pada keberadaan Resimen Mahasiswa Indonesia, karena Menwa dianggap merupakan
perpanjangan tangan TNI di lingkungan perguruan tinggi. Kemudian muncul
tuntutan pembubaran Menwa di berbagai perguruan tinggi pada awal tahun 2000.
Menyikapi
tuntutan pembubaran Menwa tersebut, para Pimpinan Menwa di berbagai daerah baik
Komandan Satuan maupun Kepala Staf Resimen Mahasiswa mengadakan berbagai
koordinasi tingkat regional dan nasional, antara lain dilaksanakan di Bandung,
Yogyakarta dan di Jakarta.
Para Pembantu
Rektor III Bidang Kemahasiswaan yang dikoordinasikan oleh Dirmawa Ditjen Dikti
Depdiknas juga membentuk tim untuk membahas masalah Menwa dan mengadakan
pertemuan di Yogyakarta, Jakarta dan terakhir di Makassar pada awal sampai
pertengahan tahun 2000.
Pada akhir
September 2000 diadakan Rapat Koordinasi antara tim PR III Bidang Kemahasiswaan
dengan seluruh Kepala Staf Resimen Mahasiswa se-Indonesia di Asrama Haji Pondok
Gede, Jakarta Timur yang menghasilkan rancangan Keputusan Bersama 3 Menteri
(Menhan, Mendiknas dan Mendagri) yang baru.
Pada tanggal 11
Oktober 2000 diterbitkan Keputusan Bersama Menhan, Mendiknas dan Mendagri
Nomor: KB/14/M/X/2000, Nomor: 6/U/KB/2000 dan Nomor: 39 A Tahun 2000 tentang
Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa. Sebagai pelaksanaan ketentuan
dari KB 3 Menteri tersebut, dikeluarkan serangkaian surat dari Dirjen terkait
dari 3 Departemen Pembina, yakni: Surat Edaran Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor:
212/D/T/2001 tanggal 19 Januari 2001, Surat Telegram Dirjen Sundaman Dephan RI
Nomor: ST/02/I/2001 tanggal 23 Januari 2001 dan Surat Dirjen Kesbangpol
Depdagri RI Nomor: 340/294.D.III tanggal 28 Januari 2002. Tetapi isi dari
ketiga surat para Dirjen tersebut bukanlah sebagai Juklak atau Juknis dari KB 3
Menteri Tahun 2000 dimaksud.
Para Kepala
Staf Resimen Mahasiswa se-Indonesia terus mengadakan berbagai pertemuan yang
akhirnya bersepakat perlu adanya organisasi Menwa di tingkat Nasional sehingga
terbentuk Badan Koordinasi Nasional Cors Resimen Mahasiswa Indonesia (BAKORNAS
CRMI), yang disahkan keberadaannya pada Kongres I Resimen Mahasiswa Indonesia
tahun 2002 di Medan.
Walaupun arah
pembinaan dan pemberdayaan Menwa menjadi kurang optimal dengan belum terbitnya
Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) dari KB 3 Menteri
tersebut di atas, pengabdian Menwa terus berlanjut. Salah satunya adalah
sebagai pelopor pembentukan posko relawan kemanusiaan yang dikoordinasikan oleh
Dephan RI untuk bencana Tsunami Aceh pada akhir Desember 2004 sampai dengan
pertengahan 2005. Demikian juga ketika terdapat bencana gempa bumi di
Yogyakarta tahun 2006, Menwa dari berbagai daerah juga mengirimkan relawannya.
Seiring dengan
berjalannya waktu kinerja BAKORNAS CRMI sebagai wadah Menwa tingkat nasional
dirasa kurang optimal sehingga pada tanggal 24-26 Juli 2006 diselenggarakan
Rapat Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia di Jakarta, yang
menghasilkan terbentuknya Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia (KONAS
MENWA) sebagai pengganti BAKORNAS CRMI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar